Rabu, 25 Januari 2012

PENDEKAR YANG TAKLUK OLEH ULAH “HACKER”


 
PENDEKAR YANG TAKLUK OLEH ULAH “HACKER”

Adi Prastiyo
Mungkin saja tidak ada yang menyangka bahwa Adi Prastiyo (17), siswa kelas XII MA YSPIS (Madrasah Aliyah Yayasan Sosial Pendidikan Islamiyah Salafiyah), Gandrirojo Sedan ini merupakan pendekar silat yang cukup ternama di sekolahnya. Bahkan, pamor dia sebagai pendekar juga terdengar hingga di kecamatan sebelah, Kragan.
Buktinya, hingga saat ini ia menjadi salah seorang pelatih pada salah satu perkumpulan latihan silat di daerah tersebut. Padahal peawakannya biasa saja, tidak terlalu kekar dan sama sekali tiada kesan sangar pada dirinya. Sehingga, mungkin saja orang yang pertama mengenalnya tidak akan tahu bahwa dia merupakan pendekar silat dengan belasan murid.
Ya, Adi – begitulah sapaan akrabnya – merupakan salah seorang siswa sekolah tersebut yang memiliki kemampuan cukup mumpuni di bidang olah raga asli Indonesia ini. Pada tahun 2009, Adi pernah merasakan juara 2 dalam kejuaraan silat junior se-Kabupaten Rembang. Sejak itulah, dirinya mengaku lebih bersemangat lagi untuk menggeluti olah raga yang membutuhkan mental petarung itu.
“Semua itu berwawal pada tahun 2009, ketika ada guru yang mengajak saya untuk ikut bergabung latihan pencak silat. Nah, pada tahun itu pula saya diikutkan pada salah satu kejuaraan, alhamdulilah dapat juara 2,” cerita Adi.
Adi mengaku, motivasi dalam menggeluti dunia silat bukan sekedar untuk “gagah-gagahan” saja, namun dirinya lebih termotivasi karena ingin berolah raga serta melestarikan budaya Indonesia.
“Kalau gagah-gagahan enggak lah. Saya hanya ingin berolah raga dan melestarikan seni bela diri asli Indonesia,” tuturnya.
Berkaitan dengan aktivitasnya yang menggeluti silat, dirinya mengaku pernah mengalami kejadian yang cukup menegangkan. Pada waktu itu, sekitar tahun 2010 ketika akan berangkat latihan, dirinya pernah dihadang oleh sekelompok pemuda yang juga mendalami pencak silat. Mereka menantang dirinya untuk duel mengadu keampuhan jurus silat.
“Saya layani saja, dan ternyata mereka yang ‘ampun-ampun’. Eh, setelah itu malah mereka ingin ikut latihan bareng, akhirnya sekarang malah jadi teman,” katanya lantas tertawa.
Namun, saat ini ada satu hal yang menurutnya sulit untuk dikalahkan dan bahkan olehnya dianggap sangat menghawatirkan. Hal itu, kata dia, adalah ulah sebagian “hacker” iseng yang sering berkeliaran di dunia maya.
Berkaitan dengan hal itu, ia pernah mengamai kejadian cukup memalukan dan bikin “gregetan”. Akun facebook (Fb) miliknya pernah dibajak oleh orang yang tidak bertanggung-jawab dan diisi oleh gambar-gambar porno. Tentu saja hal itu membuat dirinya geram dan kesal karena dia tidak bisa mengetahui siapa yang melakukan hal itu. Apalagi kejadian itu sontak membuat teman-teman mayanya sempat berfikir negatif tentang dirinya.
“Mungkin salah satu orang yang sudah bisa menaklukan saya adalah ‘hacker’,” cetusnya sambil kembali tertawa. (Ilyas)

MUJIB INGIN JADI PENULIS KONDANG



MUJIB INGIN JADI PENULIS KONDANG


M Abdul Mujib
Tidak banyak di antara siswa setingkat SMA/MA yang sudah memiliki bakat jurnalistik mumpuni. Kalaupun ada, biasanya kegiatan jurnalistik yang banyak dikuasai dan dilakukan oleh anak seumuran SMA/MA adalah “Jurnalisme Asmara” alias kemampuan menulis segala hal yang dialami menyangkut kisah asmara dan dituangkan dalam buku kecil yang disebut diare.
Namun, jika ada beberapa pelajar yang sudah mempunyai potensi jurnalisme mumpuni di Kabupaten Rembang, salah seorangnya adalah M Abdul Mujib (17),  siswa kelas XII MA YSPIS (Yayasan Sosial Pendidikan Islamiyah Safiiyah) Gandrirojo Sedan. Bukti nyatanya adalah, tahun kemarin ketika salah satu media cetak terkemuka di Jawa Tengah menggalakan jurnalisme pelajar, Mujib terpilih sebagai salah seorang pengisinya. Alhasil, tulisannya terpilih untuk dipublikasikan pada media tersebut.
Saat koran ini bertandang ke sekolahnya, Rabu (17/1), dengan penuh diplomatis layaknya seorang penulis kondang, Mujib menjawab setiap pertanyaan yang dilontarkan. Dari gaya bicaranya, tidak terlihat bahwa Mujib hanyalah seorang siswa kelas XII yang masih berusia 17 tahun. Hal itu bisa dilihat dari analisa-analisa tajam yang ia lontarkan berkaitan dengan topik yang dijadikan bahan pembicaraan. Bicaranya padat dan jelas serta penuh dengan daya imajinasi yang tinggi.
Seperti ketika wartawan koran ini menanyakan bagaimana kinerja pemerintah Kabupaten Rembang secara general di bawah kepemimpinan Bupati Salim. Dengan penuh diplomatis ia menjawab, “Saya kira untuk penilaian secara general butuh analisa komprehensif dan verivikatif, tidak cukup satu dua pengamatan. Namun untuk beberapa hal, seperti pendidikan, dalam pandangan saya sudah ada kemajuan cukup signifikan dengan gratisnya biaya pendidikan pokok bagi sekolah dasar dan menengah pertama. Tentu saja kita tidak bisa menutup mata, karena bagaimanapun juga, hal ini menyangkut ‘good public relation’,” terangnya mantap.
Sejak menginjakan kaki di bangku Mts (Madrasah Tsanawiyah), Mujib sudah merasa memiliki keinginan kuat untuk belajar lebih dalam tentang jurnalistik. Setiap mata pelajaran yang berkaitan dengan hal itu, selalu ia pelototi secara lebih seksama. Tidak mengherankan, saat ini bakat jurnalistiknya berkembang dengan cukup baik.
“Saya merasa tertarik dengan jurnalisme sudah sejak kelas 1 MTS. Maka dari itu, sejak saat itu pula saya lebih getol lagi belajar ilmu yang ada kaitannya dengan hal itu, baik di sekolah ataupun di luar sekolah,” ungkap remaja asli Desa Kumbo, Sedan ini.
Masalah hobi, Mujib mengaku sangat gandrung akan tayangan “reality show” televisi, khususnya berkaitan dengan persoalan sosial-politik. Tidak jarang dirinya harus terjaga sampai tengah malam hanya untuk mengikuti acara tersebut hingga usai. Bagi dia, hobinya itu merupakan hal positif penopang cita-citanya yang ingin menjadi salah seorang penulis kondang.
Selain ingin menjadi penulis kondang, ada satu hal lagi yang juga menjadi mimpi Mujib. Ia juga menginginkan untuk bisa berjuang demi bangsa sebagai seorang guru, guru bahasa Indonesia, mata pelajaran yang sudah ia senangi sejak Mts. Menurutnya, profesi guru tak ubahnya seperti pahlawan tanpa tanda jasa. Semua orang yang mengalami kesuksesan, jelas dia, merupakan andil besar dari seorang guru.
Namun dia menyadari semua yang menjadi harapannya itu masih sangat jauh untuk terkejar. Maka dari itu, hal yang sangat rasional yang bisa ia lakukan saat ini adalah belajar dengan giat dan mendalami setiap hal yang bisa menopang apa yang menjadi cita-citanya kelak,  sebagi penulis kondang serta guru bahasa Indonesia.
“Mohon doanya, semoga bisa tercapai,” tambahnya singkat. (Ilyas)