Sabtu, 11 Februari 2012

8 KK TERANCAM TIDAK PUNYA TEMPAT TINGGAL

PEMBANGUNAN PASAR SEDAN SISAKAN MASALAH
8 KK TERANCAM TIDAK PUNYA TEMPAT TINGGAL

TERANCAM : Salah satu rumah yang terancam digusur
     Rembang- Pembangunan pasar Sedan yang baru menyelesaikan tahapan pengurukan tanah menyisakan masalah bagi sebagian warga yang tinggal bersebelahan dengan lokasi. Sedikitnya 8 KK (kepala keluarga) terancam kehilangan tempat tinggal menyusul polemik menyangkut hak kepemilikan tanah yang saat ini ditempati oleh warga tersebut.
     Versi pemerintah, ada sekitar 2 sampai 2,5 meter tanah yang sejatinya milik pasar yang saat ini digunakan oleh beberapa warga untuk mendirikan rumah. Hal itu menurut kepala desa Sedan, Moch Saikhu, sudah berlangsung puluhan tahun yang lalu atau jauh-jauh sebelum ia menjabat sebagai kepala desa.
     “Kalau yang saya dalami dari sertivikat (tanah), versi pemerintah ada sekitar 2 sampai 2,5 meter tanah yang ditempai oleh warga saat ini adalah tanah pasar. Luas tanah yang ditempati bervariasi, ada yang 2 meter, ada juga yang 2,5 meter, dan itu sudah puluhan tahun yang lalu,” terangnya.
     Saikhu mengaku dilematis mengahadapi situasi seperti saat ini, pasalnya bagaimanapun juga 8 KK yang rumahnya berdiri di atas tanah pasar adalah warganya sendiri. Namun di sisi yang lain, jelas Saikhu, pemerintah menilai yang digunakan oleh warga adalah tanah milik pasar sesuai dengan kepemilikan tanah yang sudah didaftarkan kepada badan pertanahan nasional (BPN) pada tahun 1985 dan keluar sertivikatnya pada tahun 1990.
     “Saya sebagai kepala desa bingung dan dilematis, mereka (8 KK) itu kan warga saya, tapi berdasarkan data (sertivikat) tanah itu milik pasar,” katanya sambil menunjukan sertivikat tanah pasar yang ia pegang.
Dirinya berharap polemik yang terjadi segera dicarikan jalan keluar terbaik atau “win-win solution” yang tidak merugikan pemerintah juga tidak menyengsarakan warga. Hemat dia, jalan keluar terbaik saat ini adalah memberikan tali asih atau semacam konpensasi kepada warga yang rumah nya berdiri di atas lahan pasar.
     “Saya kira jalan terbaik saat ini adalah memberikan konpensasi yang layak dan sepadan kepada warga,” tambahnya.
Mengenai besaran konpensasi yang layak dalam lingkup Kecamatan Sedan, ia tidak berani berpendapat. Namun, saat ini untuk mendapatkan satu petak tanah layak huni menurutnya dibutuhkan “budget” sekitar 25 hingga 30 juta, tergantung lokasi tanah.
     “Kalau merujuk harga tanah di Sedan, saat ini dibutuhkan dana sekitar 25 sampai 30 juta untuk mendapatkan tanah yang layak digunakan untuk membangun rumah. Saya kira hal itu perlu dijadikan bahan pertimbangan jika pemerintah berniat memberikan konpensasi kepada warga,” jelas dia.
     Sementara itu versi warga, beberapa meter tanah yang sudah digunakan sejak puluhan tahun yang lalu merupakan tanah sah milik mereka. Hal itu, menurut warga juga diperkuat oleh sertivikat tanah yang sudah mereka miliki.
Seperti diungkapkan oleh salah seorang warga, Sutaji (60) yang rumahnya dianggap oleh pemerintah berdiri di atas tanah milik pasar. Sutaji sangat yakin bahwa rumahnya berdiri di atas tanah miliknya, buka milik pasar. Ia berani membuktikan bahwa tanah itu memang benar adanya milik dia.
     “Ini memang tanah saya, sertivikat resmi ada. Saya berani membuktikan kalau memang diminta, orang ini memang tanah milik saya,” ungkapnya.
     Hal senada juga diutarakan oleh warga lainnya, Munfaridah yang mengaku heran mengapa pemerintah mengkalim bahwa tanah yang ia tempati merupakan tanah pasar. Padahal menurutnya semua dokumen kepemilikan tanah sudah ia miliki sesuai dengan sertivkat yang telah dikeluarkan dari BPN.
     Ia berharap rencana pembongkaran tanah yang sudah terlanjur dijadikan bangunan rumah urung dilakukan. Dirinya tidak akan menuntut apa-apa jika memang pemerintah melakukan pembongakaran sesuai dengan luas tanah yang tercantum pada sertivikat.
     “Kami tidak akan menuntut apa-apa jika pemerintah benar-benar melakukan pembongkaran. Syaratnya, batas tanah harus jelas sesuai dengan sertivikat,” tuturnya sambil menunjukan selokan yang ia anggap sebagi batas tanah milik pasar.
Namun, jika memang beberapa meter tanah yang sudah ia dirikan rumah benar-benar jadi dibongkar, dirinya akan menuntut ganti rugi yang sepadan dan layak sesuai dengan hak-hak yang menjadi miliknya.
     Berdasarkan informasi yang berkembang di lapangan, polemik kepemilikan tanah antara warga dan pemerintah sudah berlangsung sejak rencana revitalisasi pasar Sedan digulirkan. Namun persoalan semakin pelik karena dua pihak yang bersengketa, yakni pemerintah dan warga sama-sama memegang sertivikat dari BPN. Bedanya, sertivikat milik pemerintah terdaftar pada 25 Maret 1985 dengan luas 8645 meter persegi, sedangkan sertivikat milik warga berdasarkan informasi yang dihimpun rata-rata terbuat di atas tahun 2000. (Ilyas)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar