Senin, 09 April 2012

KURSUS UNTUK BIAYAI KULIAH


KURSUS UNTUK BIAYAI KULIAH

     Rembang- Perawakannya sedikit seram, dengan berewok  dan janggut yang acapkali ia biarkan terurai panjang tak beraturan membuat kesan “sudah tua” melekat pada dirinya. Mimik wajahnya yang sering terlihat serius juga seolah memperlihatkan betapa ia selalu berpikir  dan berusaha tak kenal waktu. Juga gaya bicaranya yang sedikit irit menambah karakter bahwa ia lebih suka bertindak dari pada mengoceh. Itulah sosok M Abdullah Lutfi (28), mahasiswa semester 2 jurusan pendidikan bahasa Inggris Universitas Ronggolawe, Tuban yang sudah sekitar setengah tahun membuka tempat kursus bahasa Inggris di Jatirogo, Tuban.
M. ABDULLAH LUTFI (28)
     Saat berbincang dengan wartawan koran ini, Jumat (5/4), di tempat kursusnya, ia dengan terus terang mengatakan bahwa dirinya sengaja membuka tempat kursus bahasa Inggris, selain demi membantu memberikan pemahaman bahasa kepada anak-anak usia sekolah, juga sebagai penopang untuk membiayai kuliahnya yang baru seumur jagung.
     “Memang tujuan pertama saya buka kursusan adalah demi membantu anak-anak sekolah memahamkan dan mengembangkan potensi yang belum atau sudah dimiliki oleh mereka. Namun tujuan saya yang kedua adalah ‘money’, ya uang untuk biaya kuliah saya,” tuturnya sambil sedikit terkekeh.
     Sesungguhnya, bujang yang berulang tahun setiap tanggal 8 November itu sudah “terlambat” untuk masuk di bangku kuliah. Pasalnya sejak keluar dari salah satu sekolah negeri di Rembang pada tahun 2002 silam dirinya memutuskan untuk memperdalam ilmu agamanya dengan nyantri di pondok pesantren Al-Anwar asuhan KH Maimun Zubaer, Sarang.
     “Pada saat keluar aliyah pada tahun 2002, saya lanjutkan ngalap bekah di pondok Al-Anwar, Sarang. Di sana saya kerasan hanya sampai tahun 2009,” kenangnya.
     Nah, setelah keluar dari pondok itulah, dirinya mulai terobsesi untuk mencoba menggali potensi bahasa Inggrisnya di kampung Inggris, Pare, Kediri. Saat itu, hanya ada satu niat yang ada dalam hatinya, dia ingin tahu lebih dalam tentang bahasa Inggris.
     “Saya di Pare, mulai tahun 2009 sampai 2010, dan setelah itu alhamdulilah ya, saya diterima untuk menjadi salah satu tutor bahasa Inggris di Kalimantan. Di sana (Kalimantan) selama satu tahun. Setelah itu ya seperti ini saya bikin kursusan sendiri untuk biaya kuliah,” katanya samabil kembali tersenyum bangga.
     Apa yang diharapkan oleh Lutfi yang membuka tempat kursus untuk membiayai kuliah sepertinya tidak bertepuk sebelah tangan. Belum genap satu tahun JEEC (Jatirogo English Education Center) – nama tempat kursusannya – berdiri, sudah sekitar 70 siswa lebih yang merasakan keahliannya mengajarkan bahasa Inggris. Dengan jumlah tersebut, tentu saat ini dia tidak terlalu pusing memikirkan uang kuliah yang harus ia “investasikan” di kampusnya pada tiap semester.
     “Siswa sekarang sekitar 70-an, mulai dari SD, SMP sampai SMA, dan tersebar dari Jatirogo sendiri, dan bahkan banyak yang berasal dari Sale. Alhamdulilah ya, saya bersyukur karena untuk sementara waktu saya tidak risau memikirkan biaya kuliah,” cetus penghobi permainan poker itu sedikit tertahan haru.
     Berkaitan dengan kegiatannya yang seorang mahasiswa sekaligus tutor bahasa Inggris dengan siswa tidak sedikit, dirinya tidak terlalu menganggap beban hal itu. Hal itu, justru membuat dirinya lebih bersemangat lagi menuanaikan 2 tanggung jawabnya yang tentu saja cukup menguras tenaga dan pikiran.
     “Saya sangat senang dan bangga manakala ada murid saya nanti bisa melebihi saya dalam bahasa Inggris. ‘it’s excelen’, sambungnya.
     Lutfi bercerita, setiap Senin, Selasa dan Rabu dirinya seolah harus berlomba dengan waktu agar dua tanggung jawabnya itu sama-sama tertunaikan. Pasalnya, pada hari-hari itu, dirinya harus berangkat pagi bersiap kuliah di Tuban yang jarak tempuh pulang pergi mencapai 130 km, dan sebelum pukul 13.30 harus sudah kembali stand by di ruang kurssannya, Jatirogo.
     “Pada hari-hari itu sesungguhnya penat luar biasa. Berangkat pagi ke Tuban untuk kuliah dengan jarak tempuh pulang pergi 130 km, dan sebelumnya jal setengah dua harus sudah kembali ke Jatirogo untuk mengajar, capek bos,” ungkapnya.
Setip hari dirinya dengan seorang diri harus mengajar selama tiga siff, yaitu pukul 13.30, 16.00 dan 18.30. saat ini harapannya hanya satu, semua muridnya yang ia posisikan seperti teman, semuanya mampu menguasai bahasa Inggris melebihi dirinya.
     “Jika hal itu benar-benar tercapai maka itulah imbalan sesungguhnya dari jerih payah saya selama ini,” imbuhnya mengakhiri perbincangan. (Ilyas)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar